Kritik Sastra Feminis

KRITIK SASTRA FEMINIS
Pengertian
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi  atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.
Secara leksikal dan etimologi, feminisme berasal dari kata feminist yang berarti pejuang hak-hak kaum wanita, kemudian meluas menjadi feminism, yaitu suatu faham yang memperjuangkan hak-hak kaum wanita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 410) feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Definisi secara leksikal ini telah membawa pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat.  Feminisme sebagai gerakan awalnya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Feminisme menjadi usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Akhirnya mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat, dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan, baik di dalam maupun di luar rumah.[1]

Pokok-Pokok Pembahasan
Sejarah Lahirnya faham feminis
Beberapa aspek yang menyebakkan lahirnya paham feminisme pertama kali antara lain: Aspek Politik, Aspek Agama, Aspek Ekonomi dan Aspek tentang konsep Sosialisme.
Pertama, Aspek Politik. Pada saat memproklamasikan kemerdekaan Amerika pada tahun 1776, ada beberapa bagian penting dalam deklarasi kemerdekan tersebut salah satu deklarasi yang menyebabkan kecemburuan sosial kaum perempuan yang menyebabkan kemunculan paham feminis adalah deklarasi yang berisi “All man are created equal” (Semua Laki-laki Diciptakan Sama) tanpa sedikitpun menyinggung tentang perempuan.
Hasil dari ketidak puasan kaum perempuan dari deklarasi yang “menguntungkan” kaum pria tahun 1776 telah melahirkan tokoh-tokoh feminis kritis yang menggagas tengtang persamaan, sehingga pada tahun 1848 dalam konvensi di Seneca Falls para tokoh feminis memproklamirkan gagasan/ide lain tentang deklarasi kemerdekaan yang berisi “All Man and Women are Created Equal” (semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama).
Kedua, Aspek Agama. Dominasi Gereja yang mendudukkan kaum perempuan pada posisi “tertindas” baik dari agama Protestan maupun Katolik sama-sama memojokkan posisi perempuan yakni menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari kaum laki-laki. Dalam ajaran Martin Luther dan John Calvin perempuan dan laki-laki dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Namun, untuk yang lebih spesifik perempuan tidak boleh bepergian, perempuan harus tetap tinggal di rumah dan mengatur rumahtangga. Dengan kata lain perempuan hanya layak berada pada wilayah domestik saja sedangkan selebihnya akan menjadi urusan laki-laki.
Sedangkan “hujatan” yang sangat “memilukan” bagi kaum perempuan lahir dari anggapan gereja Katolik yang yang memiliki asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang kotor dan keberadaannya adalah sebagai wakil Iblis. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi yang dialami penduduk Prancis sebelum terjadi revolusi kebudayaan, yang pada saat itu otoriter gereja sangat berperan penting dan para petinggi gereja seperti Tuhan yang bisa memfonis keputusan seperti mengampuni dosa atau yang biasa disebut indulgencia (Surat Pengampunan Dosa).
Ketiga, Aspek Ekonomi. Menurut teori feminis subordinasi perempuan berasal dari masyarakat primitif, yang kedudukannya lebih rendah dari pada laki-laki, anggapan yang berkembang pada saat itu adalah bahwa perempuan lebih layak untuk hidup miskin dan laki-laki lebih layak untuk menjadi kaya. Isu ini dapat dilihat dari perkembangan patriarkat, sebagai pembacaan awal untuk melihat kedudukan seorang perempuan dalam keluarga.
Keempat, Aspek Teori Sosialisme. Landasan pemikiran ini berawal dari pemikiran Karl Marx yang mencoba menghapus kelas-kelas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berangkat dari teorinya yang mengungkap tentang fase-fase perkembangan masyarakat. Beranjak dari pemikiran Federick Engels yang mengemukakan bahwa “Within The Family he is the bourgeois and the wife represents the proletariat”(dalam keluarga dia (Suami) adalah kaum Borjuis dan istri mewakili kaum proletar). Dalam perspektif kaum feminis Amerika bahwa dalam masyarakat kapitalis antara kaum perempuan dan kaum laki-laki tidak bisa dibandingkan karena kaum laki-laki golongan yang terhormat sedangkan dalam kaum perempuan adalah golongan yang tertindas. Ekarini (2003).[2]

Aliran-Aliran Feminisme
1.      Gelombang Pertama (1792-1960)
a.       Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpandangan bahwa agar perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Gerakan ini muncul pada awal abad 18, bersamaan dengan zaman pencerahan (rennaisance). Tuntutannya adalah kebebasan dan kesamaan terhadap akses pendidikan, pembaharuan hukum yang bersifat diskriminatif.
b.      Feminisme Radikal
Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.
c.       Feminisme Anarkis
Feminisme anarkis lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
d.      Feminisme Marxis
Mengenai aliran ini, jelas menggambarkan bahwasanya perempuan itu dipandang melalui kelas, penindasan terlihat dalam kelas reproduksi politik sosial dalam sistem ekonomi. Aliran ini menggambarkan adanya diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan merupakan dampak dari sistem ekonomi kapitalis, di mana perempuan menjadi objek pengerukan modal kaum borjuis.
e.       Feminisme Sosialis
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosial menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. ia sepaham dengan dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti di kepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
2.      Gelombang Kedua (1960-1980)
a.       Feminisme Eksistensial
Dalam tradisi feminisme, setidaknya untuk di Indonesia, eksistensialisme lebih berarti sebagai suatu kajian filosofis. Ia belum banyak dikenal sebagai gerakan baru dari feminisme. Feminisme eksistensialis baru menemukan wajahnya ketika tokoh feminis asal Perancis, Simone Ernestine Lucia Marie Bertnand de Beauvoir, atau yang lebih dikenal Simone de Beauvoir. Untuk pertama kali mengikutsertakan konsep “keberadaan” milik Jean-Paul Sartre,dalam mengkaji feminisme.
b.      Feminisme Gynosentris
Melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior dibanding laki-laki. Feminis ini merupakan pengembangan dari feminisme radikal yang ekstrim. Teori ini mengatakan bahwa perempuan harus memformulasikan kekuatan kolektif, menumbuh kembangkan pengetahuan perempuan yang akan membekali mereka untuk melawan control patriarkhial, baik secara fisik maupun kejiwaan.
3.      Gelombang Ketiga (1980-Sekarang)
a.       Feminisme Postmoderen
Ide Posmo ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial. Postmoderen menggali persoalan alienasi perempuan seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sebuah sistem. Aliran ini memberi gambaran bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan haruslah diterima dan dipelihara. Mereka menganggap bahwa masyarakat telah diatur untuk saling berhubungan diantara keduanya. Lebih jelasnya aliran ini menolak adanya otoritas.
b.      Feminisme Multikultural
Feminis multikultural memusatkan perhatian pada pandangan bahwa di dalam satu negara seperti Amerika, tidak semua perempuan diciptakan atau dikonstruksi secara setara. Tergantung bukan hanya pada ras dan etnis, tetapi juga pada identitas seksual, identitas gender, umur, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan/profesi, status perkawinan dan masih banyak lagi.
c.       Feminisme Global
Feminisme global memperluas gagasan yang dikemukakan oleh feminis multikultural. Feminis global menyatakan penindasan terhadap perempuan juga bisa disebabkan oleh sistemyang tidak adil. Penindasan terhadap perempuan bukan hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga oleh perempuan `dan laki-laki dari tepat lain, terutama dari negara-negara dunia pertama. Para feminis global menyoroti ketimpangan antara negara dunia pertama dengan negara dunia ketiga. Karena itu mereka menyatakan penindasan terhadap perempuan tidakakan bisa dilenyapkan bila masih terjadi penindasan terhadap perempuan di tempat lainnya. Para feminis global dengan demikian memperluas agenda pembebasan perempuan menjadil intas negara bangsa.
d.      Ekofeminisme
Gerakan feminis yang mengusung kesetaraan dalam menyelamatkan lingkungan disebut ekofeminisme, sebuah gerakan yang berusaha menciptakan dan menjaga kelestarian alam dan lingkungan dengan berbasis feminitas/perempuan. Perempuan dianggap memainkan peran strategis dalam upaya mencegah atau setidaknya menciptakan lingkungan alam yang nyaman dan asri.[3]

Cara Kerja
Cara kerja kritik sastra feminis secara metodologis mengikuti cara kerja kritik sastra pada umumnya. Secara sistematik kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:
a.       Memilih dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.
b.      Menentukan fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis, misalnya berhubungan dengan kepenulisan perempuan atau gambaran mengenai tokoh-tokoh perempuan dalam relasinya dengan laki-laki dalam karya sastra, atau mengenai bagaimana tokoh-tokoh perempuan menghadapi masalah dalam kehidupannya di masyarakat (misalnya masalah pendidikan, sosial, budaya, politik, kesehatan, lingkungan, hukum, ketenagakerjaan, dan sebagainya).
c.       Melakukan kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan fokus masalah yang akan dipahami (dianalisis) dan tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya yang membahas masalah yang sama atau mirip. Kajian terhadap konsep teoretik akan membantu kita memahami masalah yang akan dianalisis, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Sementara, kajian terhadap tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya yang membahas masalah yang sama atau mirip akan menjamin bahwa analisis yang kita lakukan bersifat orisinal, bukan duplikasi, ataupun plagiat dari tulisan sebelumnya.
d.      Mengumpulkan data primer maupun sekunder yang relevan dengan fokus masalah yang akan dianalisis. Data primer berasal dari karya sastra dan pengarang yang karyanya akan dianalisis, sementara data sekunder berasal dari berbagai sumber informasi (buku referensi, artikel, laporan penelitian, maupun hasil pengamatan langsung di lapangan) yang relevan dengan masalah yang akan dianalisis.
e.       Menganalisis data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis. Dalam hal ini dapat dipilih ragam kritik sastra feminis yang sesuai dengan masalah yang akan dianalisis.
f.        Menginterpretasikan dab memberikan penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan ragam kritik sastra feminis yang dipilih.
g.       Menuliskan laporan kritik sastra dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan media yang akan dipilih untuk mempublikasikan. Ragam bahasa Indonesia baku akan dipilih ketika tulisan akan di publikasikan ke terbitan ilmiah berkala (jurnal), sementara ragam bahasa Indonesia ilmiah populer dipilih ketika tulisan akan di publikasikan ke media massa seperti surat kabar.[4]
ANALISIS TEORI KRITIK FEMINISME DALAM CERPEN AL ARMALAH AS SAAHIRAH  KARYA NAJIB AL KAILANI
Wujud gambaran tokoh “Sa’diyah”  dalam cerpen Al Armalah As Saahirah karya Najib Al Kailani :
1.        Perempuan ingin dihargai
.... وإذا ما قدّمت إليه الطعام كشر عن أنيابه وبدأ الغضب فى عنيه وزعم أنها لا تعرف كيف تطهو الطعام ، وأن مذاق اللقمة فى فمه يثير الغثيان ، وأن .. وأن .. إلى أن تنصرف عنه دامعة العينين .. جريحة الكبرياء .... (283-284(
. .... dan jika Sa’diyah tidak menyediakan makanan untuknya menggertaklah gigi taringnya dan mulailah kemarahan di kedua matanya dan berdalih bahwasannya Sa’diyah tidak tahu bagaimana memasak makanan, bahwasanya sesuap makanan lezat di dalam mulutnya menyebabkan rasa mual, hingga Sa’diyah berpaling darinya dengan linangan air mata. ...(283-284)
2.        Perempuan mempunyai sifat tulus dan ikhlas
وأدركت "سعدية" بفطرتها الصادقة أن زوجها قد أصبح رجلا آخر ... (284(
Dengan fitrahnya yang ikhlas, “Sa’diyah” melihat bahwa suaminya telah menjadi orang lain .... (284)
3.        Perempuan adalah orang yang berani
لكنك تقضى أغلب الليل متيقظا.. وتتقلب على الجنبين وكأن سريرك من أشواك.
فانتفض قاعدا .. وقد تغيرت سحنته:
وما شأنك أنت يا غبية ؟
زوجتك.
فأطال إليها النظر فى حقد .. ولما لم يتكلم استطردت قائلة :
وأم أولادك.
Akan tetapi kamu menghabiskan malam-malammu untuk bergadang..... kamu meliukkan ke kanan da ke kiri seakan ini adalah tempat tidurmu dari duri...........
Istrimu.
kemudian Muhammad menatap lama padanya dengan rasa dengki......dan belum sempat bicara Sa’diyah berkata:
ibu anak-anakmu ....
4.        Perempuan adalah seorang yang kuat dan sabar
.... كانت تكتم فى قلبها أسى بالغا ، حاولت أن تخفيه طوال تلك الأيام ..... (285(
....dia merahasiakan kesedihan yang mendalam di dalam hatinya. selama ini, dia berusaha menutupinya.... (285)
5.        Perempuan adalah seorang yang berhati baik
أنا لم أسىء إليك .. طول عمرى خادمتك يا محمد.... (286(
Aku tidak memanfaatkanmu.... ku abdikan sepanjang hidupku padamu wahai Muhammad ....(286)
6.        Perempuan adalah seorang yang setia pada orang yang dicintainya
أنا لم أسىء إليك .. طول عمرى خادمتك يا محمد.... (286(
Aku tidak memanfaatkanmu.... ku abdikan sepanjang hidupku padamu wahai Muhammad ....(286)
7.        Perempuan adalah seorang yang rela berkorban
.... دائما أنا تحت قدميك .. لو طلبت منى أن أرمى بنفسى فى البحر لفعلت ... إن لم يكن من أجلى فمن أجل أولادك.... (286(
.... aku selalu dibawah telapak kakimu .... jika kau memintaku terjun ke laut pun akan kulakukan.... jika kamu tidak menginginkanku, maka pikirkanlah anak-anakmu. (286)
8.        Perempuan adalah seorang yang tegar
....وتمنت "سعدية" غى تلك اللحظات أن يهبها الله االقدرة على معرفة ما يعتمل فى نفسه ، وقراءة ما يدور فى ذهنه .... (286(
.... Seketika itu Sa’diyah berharap semoga Allah memberinya kekuatan dalam menghadapi apa yang dikerjakannya (suaminya), dan bacaan yang diputar di kepalanya.... (286)
9.        Perempuan senang diperhatikan
ووجد نفسه ينحنى عليها ويطبع على جبينها قبلة مرتبكة ثم تمتم :.... وابتسمت لأول مرة ، وقد توردت وجنتاها ، ولم يبق من الدموع....(287(
Sa’diyah mendapati Muhammad menyandar kepadanya dan  mengecup dahinya dengan ciuman hangat.... dia tersenyum untuk pertama kalinya, kedua pipinya memerah, dia belum meninggalkan air mata.... (287)
10.    Perempuan ingin yang terbaik bagi orang yang dicintainya
ما أشد حاجتك إلى " تحويطة" وتعويذة قوية !.. أكون سعيدة لو ذهبت إليه غدايا "سى محمد " ؟ .... (288(
Apa lagi yang kamu butuhkan terhadap jimat dan jampi-jampi yang kuat?
...... Aku bahagia jika besok kamu pergi kepadanya ya Muhammad? .... (288)[5]

Kritik Sastra Feminis Kritik Sastra Feminis Reviewed by Unknown on Selasa, Desember 27, 2016 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada

Diberdayakan oleh Blogger.