Sosiologi Sastra
SOSIOLOGI
SASTRA
Pengertian
Sosiologi
Sastra yaitu ilmu yang membahas hubungan antara pengarang dengan kelas
sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan
segmen pembaca yang ditujunya.[1]
Sosiologi
sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman,
dan logi (logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari
akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi
petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk
dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan
masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan
bertentangan secara dianetral.
Sosiologi
sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun
bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut
pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan,
sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini
mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya
sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi
sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu
pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada
hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita
sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang,
fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif
(pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan
sebagainya) dalam bentuk karya sastra.[2]
Sastra
sebagaimana halnya dengan sosiologi berurusan dengan manusia bahkan sastra
diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati dan dipahami dengan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. bahasa itu merupakan ciptaan sosial yang menampilkan
gambaran kehidupan. Oleh sebab itu sesunguhnya sosiologi dan sastra itu memperjuangkan
masalah yang sama, kedu-duanya berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, politik.[3]
Perkembangan
sosiolgi sastra modern tidak terlepas dari Hippolyte Taine, seorang ahli
sosiologi sastra modern yang pertama membicarakan latar belakang timbulnya
karya sastra besar, menurutnya ada tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu ras,
saat, dan lingkungan (Abrams, 1981: 178). Hubungan timbal-balik antara ras,
saat, dan lingkungan inilah yang menghasilkan struktur mental pengarang yang
selanjutnya diwujudkan dalam karya sastra. Taine, menuruskan bahwa sosiologi
sastra ilmiah apabila menggunakan prinsip-prinsip penelitian seperti ilmu
pasti, hukum. Karya sastra adalah fakta yang multi-interpretable tentu kadar
“kepastian” tidak sebanding dengan ilmu pasti. Yang penting peneliti sosiologi
karya sastra hendaknya mampu mengungkapkan hal ras, saat, dan lingkungan
Berkaitan dengan sosiologi sastra sebagai kajian Eagleton (1983), mengemukakan bahwa sosiologi sastra menonjol dilakukan oleh kaum Marxisme yang mengemukakan bahwa sastra adalah refleksi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Sastra karenanya, merupakan suatu refleksi llingkungan budaya dan merupakan suatu teks dialektik antara pengarang. Situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra.[4]
Berkaitan dengan sosiologi sastra sebagai kajian Eagleton (1983), mengemukakan bahwa sosiologi sastra menonjol dilakukan oleh kaum Marxisme yang mengemukakan bahwa sastra adalah refleksi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Sastra karenanya, merupakan suatu refleksi llingkungan budaya dan merupakan suatu teks dialektik antara pengarang. Situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra.[4]
Wellek
dan Warren (1956 : 84, 1990 : 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1.
Sosiologi pengarang,
profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah
dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan
idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya
sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari
sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi
ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini,
informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan
memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan
Warren, 1990 : 112).
2.
Sosiologi karya sastra
yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau
apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan
yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial
sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990:122). Beranggapan
dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi
Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri
zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat,
buku sumber sejarah peradaban.
3.
Sosiologi sastra yang
memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan
mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga
membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan
diterapkan dalam kehidupannya.[5]
Menurut
Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra
memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam
kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.
1.
Karya sastra ditulis
oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin,
ketiganya adalah anggota masyarakat.
2.
Karya sastra hidup dalam
masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang
pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
3.
Medium karya sastra baik
lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan
sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4.
Berbeda denga ilmu
pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra
terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5.
Sama dengan masyarakat,
karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra
dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui
tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti
menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis
penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.[6]
Ruang
Lingkup Penelitian Sosiologi Sastra
a.
Mendalami Interaksi
Sosial
Ruang lingkup sosiologi sastra tidak lepas dari interaksi sosial. Sosiologi
sastra adalah perspektif ilmu sastra interdisipliner, untuk mendalami interaksi
sosial. Interaksi sosial dalam sastra penuh simbol.
b.
Memahami Konteks Sosial
Wilayah (ruang lingkup) penelitian sosiologi sastra biasanya bersangkutan
dengan teks dan non teks.
c.
Sosiopsikologi Sastra
Sosiopsikologis adalah ruang lingkup penelitian sosial sastra. sosiopsikologi
berusaha menggabungkan aspek psikologi dan sosiologi.
d.
Resepsi Sosial Sastra
Resepsi sosial sastra merupakan penelitian tanggapan audien terhadap sastra.
resepsi masyarakat terhadap sastra sering berbeda-beda.[7]
Cara Kerja
Metode
Penelitian Sosiologi Sastra
a.
Perspektif
Penelitian
1)
Perspektif Sosiologis
Perspektif
adalah sudut pandang. Perspektif sejajar dengan pendekatan atau kacamata. Kalau
pendekatan banyak mewarnai pola pemikiran epistimologis, perspektif lebih
kearah pemikiran metodologis, pendekatan merupakan cara pandang. Secara
epistimologis umumnya, orang mengenal dua pendekatan penelitian sastra, yaitu
(1) pendekatan etik dan (2) pendekatan emik. Pendekatan etik lebih kearah
positivistic, membangun teori terlebih dahulu, menciptakan konstruk, yang
ditaati terus, hingga memperoleh kesimpulan.
2)
Perspektif Genetika
Goldman
(1980) pada konferensi tentang sastra dan masyarakat di Brussels pada 1964
memberikan tesis yang berasal dari catatan Girard tentang drama “ the divine
comedy”. Goldman selalu menekankan aspek kesejarahan teks dalam studi sosiologi
sastra yang disebut strukturalisme genetic. Konsep strukturalisme genetic
dimaksudkan untuk memahami proses memahami dunia dimana mereka tinggal. Proses
ini adalah salah satu dimana penelitian terhadap individu menyusun peristiwa,
keadaan, aspirasi untuk masa depan masyarakat, dan kekhasan struktur social.
b.
Cara pengumpulan data
Data
berasal dari fakta atau fenomena. Fakta dan fenomena kalau asal dibaca, tidak
akan menjadi data yang akurat. Karena itu, pengumpulan data menjadi syarat
utama penelitian. Dari cara pengumpulan data menjadi sukses untuk analisis data
sosiologis. Data itu dikumpulkan dengan kartu kartu kecil. Cara pengumpulan
data penelitian sosiologi sastra tergantung perspektif penelitiannya.
Perspektif yang terfokus pada (1) teks, (2) sastrawan , (3) fungsi social, (4)
dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain lain memerlukan kecermatan
pengumpulan data. Beberapa cara bisa ditempuh dalam pengumpulan data penelitian
sosiologi sastra. Karena fokusnya adalah karya sastra. Sosiologi sastra tidak
hanya berfokus penelitian pada teks sebagai benda yang otonom, sumber sumber
yang diluar teks sastra itu pun penting. Cara untuk memproleh data antara lain
: (1) melalui pembacaan heuristic, artinya hati-hati, tajam terpecaya,
menafsirkan sesuai konteks sosial, (2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya
penelitian mencoba menafsirkan terus menerus, sesuai bahasa simbol sosial,
dikaitkan dengan konteks historis, (3) wawancara mendalam, ketika hendak
meneliti resepsi sastra cultural dalam lingkup yang sempit, serta sosiologi
sastrawan, (4) kuesioner, yaitu mengedarkan daftar pertanyaan, terutama terkait
dengan resepsi sastra dalam jumlah responden besar, (5) pengamatan adalah
beberapa saja dari cara cara yang bisa di tempuh, untuk mencermati sosiologi
pengarang, terkait dengan proses kreasi, pengaruh sastra terhadap perkembangan
politik dan sebagainya. Kandungan social dalam sastra ada kalanya tidak lepas
dari masalah agama, budaya, ekonomi, politik, dan iklim lingkungan.
c.
Teknik klasifikasi data
Klasifikasi
data, dilakukan setelah pengumpulan data selesai. Wellek dan Waren (1989)
membuat klasifikasi singkatnya, yaitu : Pertama, sosiologi sastra
mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain lain yang menyangkutr
pengarang sebagai penghasil sastra yang disebut sosiologi pengarang. Kedua,
sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi
pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang
menjadi tujuannya yang disebut sosiologi sastra tekstual. Ketiga, sosiologi
sastra mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Sastra
ditulis untuk dibaca. Pembaca karya sastra berasal dari bermacam-macam
golongan, kelompok, agama, pendidikan, umur, dan sebagainya disebut sosiologi
sastra pragmatik.[8]
Contoh
karya sastra yang dapat dijadikan objek kajian sosiologi sastra diantaranya
adalah novel al-Karnak yang ditulis oleh Najib Mahfuz. Novel
tersebutmenceritakan tentang kehidupan masyarakat Mesir pascarevolusi tahun
1952. Teori sosiologi sastra digunakan sebagai alat untuk menganalisis
keterkaitan novelal-Karnak dengan fakta sosial yang terjadi pada masyarakat
Mesir.
(1)
dalam novel al-Karnak karya Najib mahfudz terdapat fakta sosial kehidupan Najib
Mahfudz yang merupakan bagian dari posisi sosial dan profesionalisme Najib Mahfudz
dalam masyarakat Mesir yaitu mencakup tokoh aku sebagai subjek kolektif,
integrasi sosial dan ideologi Najib Mahfudz yang mencakup Najib Mahfudz dan
perdamaian Palestina Israel, serta Najib Mahfudz dan revolusi 1952.
(2)
Penggambaran masyarakat Mesir pada novel al-Karnak merupakan refleksi realitas
sejarah yang pernah ada dalam masyarakat Mesir pasca revolusi 1952, di
antaranya adalah kesesuaian revolusi Mesir 1952 dengan pembuatan novel
al-Karnak, masyarakat yang menjujung tinggi revolusi Mesir 1952, masyarakat
yang kecewa dengan kekalahan dunia Arab melawan Israel, serta adanya
pemberangusan kelompok Ikhwanul Muslimin oleh pemerintah.
(3)
Analisis sosiologis pada al-Karnak karya Najib mahfudz dapat dikaitkan dan
disarankan untuk menjadi contoh kajian sosiologis dalam pembelajaran
Telaah Prosa sesuai kajian yang telah dilakukan peneliti.[9]
[1] Kamil
Sukron, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012, hal 113.
[2] http://yemmiwoellandhary.blogspot.co.id/2013/05/sosiologi-sastra.html.
[3] http://blogwahyon-ekarambutikal.blogspot.co.id/2015/04/teori-kritik-sosiologis.html.
[4] http://kajiansastra.blogspot.co.id/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html.
[5] http://blogwahyon-ekarambutikal.blogspot.co.id/2015/04/teori-kritik-sosiologis.html.
[6] http://kajiansastra.blogspot.co.id/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html.
[7] http://andrinovansyah.blogspot.co.id/2016/04/makalah-sosiologi-sastra-penelitian.html.
[8] http://andrinovansyah.blogspot.co.id/2016/04/makalah-sosiologi-sastra-penelitian.html.
[9] http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-arab/article/view/23070.
Sosiologi Sastra
Reviewed by Unknown
on
Jumat, Desember 30, 2016
Rating:
Tidak ada komentar:
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada