Romantisme Dalam Prosa Arab Dari Klasik Hingga Modern


ROMANTISME DALAM PROSA ARAB
Dari Klasik Hingga Modern

Pengertian
النثر : فهو ما ليس بشعر من الكلام المصقول المنمق, فهو لايتقيد بوزن ولا قافية
"Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi'r, ia tidak terkait dengan wazan atau qafiyah".

Romantisme adalah aliran yang mendasarkan ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan. Untuk mengungkapkan hal tersebut, sastrawan selalu berusaha menggambarkan realitas kehidupan dalam bentuk yang seindah-indahnya dan sehalus-halusnya, sehingga terlihat tanpa celah. Tujuan utama aliran ini adalah agar pembaca mampu tersentuh dan terbuai emosinya, sehingga setiap gejolak yang ada atau konflik yang ditonjolkan, biasanya disusun secara dramatis dan setuntas-tuntasnya.[1]
Dari keterangan diatas, dapat di simpulkan bahwa Kitabah adabiyah adalah prosa yang dihasilkan oleh rasa dan perasaan insan yang menggambarkan keburukan dan kecantikan serta kejadian-kejadian dalam kehidupan manusia. Yang mana ketika sastrawan mulai merangkai kata-kata mereka dipengaruhi intuisi dan perasaan dalam suatu kejadian yang berbeda dengan kecenderungan dan orientasi sang sastrawan pada tema-tema dan seni sastra. Begitu pula perbedaan kemampuan sastrawan dalam bidang bahasa dan penggambaran sastra.
Pada permulaan masa modern prosa jenis ini memiliki struktur lafaz tanpa rasa, intuisi, dan perasaan seperti dalam media massa. Sebelum pertengahan abad ketigabelas hijriah orang-orang Nasrani Barat menggiatkan prosa di Syam, khususnya Lebanon. Mereka juga membuka sekolah-sekolah yang berusaha menarik minat anak-anak negeri pada prosa. Dan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pendidikan, dan diharuskan menggunakan buku-buku sastra arab dalam belajar mengajar. Maka anak-anak Syam dipengaruhi oleh gaya bahasa arab klasik dan mereka mulai berusaha menyalinnya. Kitabah fanniyah digiatkan di Syam dan benar-benar diajarkan pada masyarakatnya yang mayoritas orang-orang Nasrani yang hijrah dari Mesir yang melarikan diri dari Usmani. Mereka merintis koran (media cetak) di Mesir, yang mereka adaptasi dari koran Syam. Masyarakat Mesir melihat adanya pemikiran dan sastra yang mirip dengan Syam. Hal itu menghasilkan gerakan sastra yang menghidupkan kitabah fanniyah dengan baik dan para pemuda yang sangat unggul dalam bidang sastra itu memprioritaskan kitabah adabiyah. Hal ini diwarisi dari tulisan-tulisan yang ada pada hadis-hadis dan karangan-karangan. Orang-orang yang pertama kali menyebutkannya antara lain Mustafa Lutfi, Muh. Husein Haikal, Thoha Husein, dan masih banyak lagi. Dengan tangan merekalah kitabah adabiyah mencapai puncak kejayaannya hingga pada tahun 1372 H koran dan majalah tidak lagi berpedoman pada pemikiran ketuhanan.[2]
Sebagian para ahli sastra Arab berpendapat bahwa timbulnya natsr lebih dahulu daripada timbulnya syi’r, sebab prosa tidak terikat oleh sajak dan irama. Prosa itu bebas bagaikan derasnya air. Sedangkan timbulnya syi’r sangat erat hubungannya dengan kemajuan manusia dalam cara berpikir. Sehingga mereka berpendapat bahwa manusia baru dapat mengenal bentuk-bentuk syi’r setelah mencapai kemajuan dalam bidang bahasa. Terdapat dua jenis natsr yaitu natsr ghair fanni dan natsr fanni. Natsr ghair fanni adalah ungkapan prosa yang keluar dari lisan mereka baik ketika terjadinya percakapan maupun ketika melakukan orasi (khutbah), yang mereka lakukan secara spontan. Sedangkan natsr fanni adalah prosa yang diungkapkan dengan keindahan nilai-nilai sastra yang membekas ke dalam jiwa dan perasan.[3]

Tokoh-Tokoh & Karya
1.      Ahmad Zaki Abu Shadi (1892-1955 M). Dengan beberapa karyanya:
1)     Qatrat Man Yara’ Fil Adab Wal-Ijtima.
2)     A’bduhu bika (sebuah Antologi cerpen).
3)     Muhaa (sebuah antologi cerpen).
4)     Ihsan (sebuah karya berupa naskah drama).
5)     Adzubaai (sebuah karya berupa naskah drama).
6)     Al-Alihah (sebuah karya berupa derama).[4]

2.      salimah ibn Abi Hayat yang dikenal dengan Uzza Salimah seorang dukun terhebat dalam menciptakan sajak:
"والارض والسماء, والعقاب والصقعاء, واقعة يبقعاء, لقد نفر المجد بنى العشراء للمجد والسناء"
“Demi bumi, demi langit, demi planet matahari yang menyinari buq’a. telah menang bani Asyro dengan mendapatkan keagungan dan keluhuran”
3.      Ibnu Tufail, seorang filsuf, karyanya: Hay Ibnu Yaqzhan (Hidup, Anak si Jaga)
4.      Abbas Mahmud Al-Aqqod (1307 H – 1384 H) dengan karyanya : Al-Qarn al-‘Isyrin ma Kana wa Ma sayakun (1959).
5.      Mustafa Shodiq ar-Rofi’i (1298 H – 1356 H) dengan rosail yang ditulis untuk Mayzayada, “Rosail Ahzan”, “Sebuah Mimpi Dari Langit” (Sepenggal Kisah Kehausan Yang Membakar Manusia Di Padang Mahsyar Dan Cara Menghalaunya).
6.      Thaha Husein
7.      Kahlil Gibran dengan karyanya : “Pandang Pertama”, “cinta dan remaja”, “ciuman pertama”, “perkawinan”, dll.
8.      Najib Mahfudz dengan beberapa karyanya :  Hams al-Junun (1938, Cerpen), Abats al-Akdar (1939), serta Redouvis (1943) dan kisah Kifah Thibah (1944).
9.      Ali Ahmad Baktsir dengan karyanya : “Tragedi Zainab”.
10.  Ibn al Muqaffa (106-142 H), penulis kallah wa dumnah dan al adab al sagr serta aladab al kabr, Badi’.
11.  Zaman al Hamdany, Ibnu Zaidun, Ahmad binAbd Rabbah pengarang al iqd al fard, al Hariry,
12.  al Jahiz –penulis kitab al hayawn.
13.  dan Ibnu Qutaibah, penulis kitab al syi’r wa alsyuar’. 
14.  Mustafa Lutfi al Manfaluti (1876-1924 M) dengan karyanya : “al Abarat”
15.  Muhammad Taimur (1892-1921M) dengan karyanya : “al Qitar”
16.  Mahmud Taimur (1894-1973 M) dengan Novelnya : “al Syeikh Jumu’ah” (1925).
17.  Karam Mulhim Karam, dengan karyanya: “Asybah al Qaryah” (1938) dan “Atyaf min Lubnan” (1952).
18.  Khalil Bais dengan karyanya: “Masarih al Azhan” (1924).
19.  Abd al Hamid Yasin dengan karyanya : “Aqasis”(1946).
20.  Muhammad Ahmad al Sayyid tahun1923 M, dengan karyanya “al Nakabat”.
21.  Abd al Gafur ‘Itar, dengan karyanya : “Uridu an Ara Allah”(1946).
22.  Ibrahim Falaly dengan karyanya : “Ma’a al Syaitan”(1951).
23.  Hasan Abdullah Qurasyiy dengan karyanya : “Anat al Saqiyah”(1956).
24.  Khalid Khalaf dengan karyanya : “Baina al Ma’ wa al Sama’” (1947), dan “Ahlam al Syabab” (1950).
25.  Laila Usman dengan dua buah karyanya : “Imra’ah fi Ina’” dan “al Rahil”.
26.  Usman Ali Nur dengan karyanya : “Gadah al Qaryah”, “alBait al Maskun”, dan “al Wajh al Akhar li al Madinah”. 
27.  al Tayyib Salih dengan karyanya : “Daumatuwudd Hamid”.
28.  Abd al Qadir A. B. menerbitkan antologinya“Nufus Hairah” (1957).
29.  Ali al Dau’ajy dengan karyanya : “Sahirtu minhu Layali” (1969).
30.  Muhammad al Marzuqy dengan tiga karyanya : “’Urqub al Khair”,“Baina Zaujaini”, dan “Ahadis al Samar”.
31.  Basyir Khirrif dengan karyanya : “Masymum al Full”.
32.  Muhammad Khadr al Raisuny dengan karyanya “Afrahwa Dumu’” (1951), dan “Rabi’ al Hayat” (1957).
33.  Ahmad Banafy “Fas fi Sab’i Qasas” (1968).
34.  Abd al Majid Jalun dengan karyanya : “al Dima’”.
35.  Abd al Karim Gallab dengan dua karyanya : “MataQarir al ‘Ain” dan “al Ard Habibati”.[5]


[1] Kamil Sukron, Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hal 165.
[2] http://cak-son.blogspot.co.id/2015/01/perkembangan-sastra-arab-modern_8.html.
[3] http://jatisriningsih.blogspot.co.id/2014/03/prosa-pada-masa-jahiliyah.html.
[4] http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2010/04/ahmad-zaki-abu-shadi-dalam-appolo.html.
[5] https://www.scribd.com/doc/127073839/Menelusuri-Jejak-Kesusastraan-Arab-Kontemporer.
Romantisme Dalam Prosa Arab Dari Klasik Hingga Modern Romantisme Dalam Prosa Arab Dari Klasik Hingga Modern Reviewed by Unknown on Senin, Desember 26, 2016 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada

Diberdayakan oleh Blogger.